Yogyakarta, SAWIT INDONESIA – Program Kampus Berdampak yang diluncurkan pada Mei lalu, terus digaungkan oleh pemerintah kepada kampus-kampus di Indonesia. Program ini sebagai gerakan nasional yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) untuk mentransformasi perguruan tinggi agar lebih berkontribusi pada masyarakat dan dunia kerja.
Dengan tujuan mengubah perguruan tinggi yang ada di Indonesia dari hanya fokus pada akademis menjadi pusat solusi bagi permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Agar program Kampus Berdampak dapat terimplementasi dengan baik dan dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat, seluruh perguruan tinggi di Indonesia—tak kecuali perguruan tinggi ilmu pertanian—harus mencetak lulusan memiliki kemampuan spesifik tidak lagi mencetak lulusan yang hanya mempunyai pemahaman generik (umum). Sehingga dampak dari keberadaan perguruan tinggi ilmu pertanian dapat langsung dirasakan masyarakat. Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri (Wamen) Pendidikan Tinggi, Sain dan Teknologi, Prof.Dr. Fauzan, M.Pd., saat menjadi pembicara kunci dalam Forum Group Discussion (FGD) dengan tema “Kampus Berdampak: Perguruan Tinggi yang Menjadi Solusi Nyata Bagi Masyarakat” yang diadakan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Ilmu Pertanian Indonesia (APTSIPI), di Yogyakarta, tepatnya di Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY STIPER) pada Sabtu (12 Juli 2025).
“Perguruan tinggi ilmu pertanian harus banyak mengajarkan bertani bukan tentang bertani. Artinya harus banyak praktik lapangan, seperti yang disampaikan pak Sri Gunawan (Direktur AKPY STIPER). Itulah yang sebenarnya, sehingga nantinya output-nya sesuai dengan yang diharapkan atau tujuan pada program Kampus Berdampak,” ujarnya.
“Saat ini, dunia sudah menuntut hal-hal yang spesifik, tetapi mindset di pendidikan tinggi masih landai-landai saja. Maka jika ini masih terjadi, cerita sarjana hanya siap ditraining akan diakhiri berapa lama lagi?. Kami menginginkan lulusan dari perguruan tinggi bisa langsung tune in dan dapat terjun ke masyarakat untuk memberikan solusi nyata dari permasalahan yang dihadapi,” sambung Prof. Fauzan, yang pernah menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) selama dua periode.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Kader Perkebunan Yogyakarta (YPKPY), Dr. Purwadi, M.S. mengatakan pihaknya sepakat dan sepemikiran dengan Pak Wamen (Prof. Fauzan) bahwa perguruan tinggi ilmu pertanian harus mengajarkan bertani bukan mengajarkan tentang bertani. Kalau hanya mengajarkan tentang bertani, itu teori. Sementara, kalau bertani berarti melakukan aktivitas (praktik langsung).
“Sehingga, jika yang diajarkan bertani. Ini sangat cocok dengan kondisi saat ini, sebab perguruan tinggi ilmu pertanian ditunggu kontribusinya. Sebab, pemerintah memiliki konsentrasi dalam mengembangkan pertanian sehingga memerlukan dukungan dari semua pihak tak terkecuali perguruan tinggi untuk berkontribusi. Itu sudah dilakukan oleh AKPY STIPER dan INSTIPER yaitu memiliki lulusan yang sudah siap terjun ke masyarakat (di dunia kerja dan masyarakat) karena memiliki kemampuan spesifik yaitu,” katanya saat ditemui di Yogyakarta, pada Minggu (13 Juli 2025).
“Bersamaan dengan hal tersebut, Kemdiktisainkek juga memiliki program Kampus Berdampak. Saat ini kalau perguruan tinggi mau berkontribusi kepada masyarakat, yang paling dekat dan cepat yaitu perguruan tinggi ilmu pertanian karena output dari pertanian untuk pangan,” katanya saat ditemui di Yogyakarta, pada Minggu (13 Juli 2025).
Sumber : Sawit Indonesia